Home
Rohis 24

Selamat datang di ROHIS 2015 SMA Negeri 3 Depok

About ROHIS 2015
Rohis 24

Segala sesuatu tentang ROHIS 2015 SMA Negeri 3 Depok

Event ROHIS 2015
Event Rohis

Acara-acara ROHIS yang akan dan telah terlaksana

Artikel Update
Artikel Update
Gallery
Rohis 24

Gallery ROHIS SMA Negeri 3 Depok

Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Posted by ROHIS SMAN 3 Depok - - 2 komentar





SELAMAT ATAS TERPILIHNYA 

ADITYA KURNIA P 
sebagai KETUA ROHIS 
dan 
KHAIRUNNISSA RIZFANI 
sebagai KEPUTRIAN ROHIS 
angkatan 25 ROHIS SMAN 3 Depok

SEMANGAT MENLANJUTKAN PERJUANGAN !!
[ Read More ]

Posted by ROHIS SMAN 3 Depok - - 0 komentar


dakwatuna.com - Rutinitas kerja dan kesibukan dunia yang tiada habisnya, sering menjadi penyebab dari hati yang kering, meranggas, dan gersang dari sumber mata air iman yang menyejukkan. Ibarat kafilah yang melintas di padang pasir dengan muatan harta yang berlimpah, ia menjadi tidak bernilai tatkala kehausan (dehidrasi) memenuhi sekujur raganya. Setetes air, yang tatkala dalam kondisi wajar harganya tiada seberapa, menjadi bernilai luar biasa dalam kondisi jiwa yang dirundung kegersangan tiada tara.
Itulah fitrah dari orang-orang beriman, yang senantiasa mendamba nilai-nilai yang mampu menyuburkan keimanannya. Itu pula yang dirasakan sekelompok Muslimah yang bekerja sebagai karyawati atau eksekutif di salah satu gedung perkantoran kawasan Thamrin, Jakarta Pusat. Di tengah kondisi berkecukupan karena manfaat (benefit) dari status karier yang dimilikinya, hati mereka sebenarnya tidak sepenuhnya tercukupi kebutuhannya. Jiwa mereka dahaga. Mereka mendamba keluasan hati laksana samudera, kesejukan jiwa laksana embun di pagi hari, dan kedamaian laksana bunyi debur ombak yang menentramkan jiwa.
Sebagai anggota komunitas yang menghuni kawasan perkantoran modern, para Muslimah itu tentu tidak ketinggalan informasi aktual khususnya menyangkut informasi keIslaman dan keimanan, baik berupa taujih, taushiyah, perenungan, tafakkur, atau kisah-kisah singkat yang sarat pesan dan inspirasi tentang bagaimana seharusnya mengelola kehidupan menuju ridha-Nya. Namun semua itu rasanya tiada cukup manakala mereka belum berinteraksi dan bersentuhan langsung dengan sumber penawar dahaga keimanan, yaitu Al-Quran.
Sudah masyhur di tengah perbincangan mereka bahwa bagi yang membaca Al-Qur’an, maka satu huruf yang dibacanya berbalas dengan sepuluh kebaikan. Dan bukanlah “Alif Lam Mim” itu satu huruf, akan tetapi “Alif” satu huruf, “Lam” satu huruf, dan “Mim” satu huruf. Luar biasa, dengan membaca “Alif Lam Mim” saja, pembaca Al-Qur’an sudah mendapatkan tiga puluh kebaikan. Subhanallah. Ketakjuban terasa memenuhi relung jiwa mereka. Ini baru membaca saja. Apatah lagi jika memahami isinya dan apatah lagi jika ayat-ayat itu diamalkan dalam kehidupan nyata. Tentu, pribadi-pribadi yang dihiasi dengan nilai Al-Qur’an akan memancarkan kedamaian dan kesejukan yang luar biasa. Jiwanya penuh kebaikan. Dan kebaikan itu tidak melahirkan apapun selain kebaikan yang berlipat.
Sungguh indah gambaran seorang pembaca Al-Qur’an, pohonnya bagus dan buahnya wangi. Itu adalah balasan Allah di dunia. Dan di akhirat Al-Qur’an akan memberikan syafaat bagi pembacanya sehingga ia terhindar dari jilatan api neraka yang menyala-nyala. Sekelompok Muslimah itu jelas tersentuh mendengar kabar gembira ini, dan motivasi untuk segera mewujudkannya semakin membesar dan menggelora di dada.
Langkah pertama yang dilakukan mereka adalah menghubungi guru tahsin Al-Quran di kawasan Bekasi. Mereka mengemukakan hasrat keinginan belajar baca Al-Qur’an kepada guru itu. Ada sedikit kegamangan dari para guru untuk memenuhi keinginan sekelompok Muslimah di gedung perkantoran itu karena lokasinya yang cukup jauh. Jika yang harus berangkat adalah seorang guru laki-laki, barangkali lokasi yang jauh tidak cukup bermasalah. Bagi guru Muslimah yang harus memfokuskan diri pada tugas-tugas kerumahtanggaan, hadir ke lokasi yang jauh cukup terasa memberatkan. Tidak sekedar dibutuhkan waktu dan energi yang cukup besar yang boleh jadi tidak sebanding dengan honor yang akan diterima, guru Muslimah itu boleh jadi lebih nyaman mengajar di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, sehingga masih bisa memantau keadaan anak-anak yang diasuhnya.
Syukurlah, ada seorang guru yang menaruh perhatian kepada mereka. Bagi sang guru itu, keinginan belajar dari sekelompok Muslimah di perkantoran itu ibarat benih yang harus dipelihara dan disediakan media pertumbuhannya. Alangkah sayangnya jika benih itu dibiarkan mati sebelum ditanam. Dakwah harus ditegakkan. Dakwah yang sejatinya adalah menumbuhsuburkan kebaikan, baik pada diri sendiri maupun orang lain, memang membutuhkan pengorbanan yang tiada kecil dari para pelakunya.
Langkah kedua setelah mereka mengetahui bahwa keinginan mereka bakal terwujud, mereka segera berkoordinasi menyediakan waktu luang dan menyediakan tempat yang memadai untuk belajar baca Al-Qur’an. Mereka berpatungan untuk mendukung operasional kegiatan. Layaknya organisasi mereka membentuk ketua, bendahara, dan sekretaris. Pengetahuan organisasi yang mereka miliki, mereka terapkan guna kelancaran dan keberhasilan proses belajar dan mengajar.
***
Tidak semua upaya yang dilakukan oleh beberapa kelompok Muslimah untuk menghadirkan guru tahsin menemukan kemudahannya. Bagi sekelompok Muslimah di perkantoran itu, bisa mendatangkan seorang guru untuk hadir ke kantor menyambangi mereka adalah satu hal yang patut disyukuri. Pertama, pertimbangannya tentu karena untuk datang sendiri-sendiri ke lembaga tahsin pada hari Sabtu atau Ahad, bagi mereka adalah suatu pekerjaan yang teramat berat karena mereka merasa harus siaga di rumah mendampingi suami dan anak-anak, sebagai kompensasi ketidakhadiran mereka pada hari-hari lainnya akibat bekerja di kantor.
Kedua, mereka menemukan guru yang mau membimbing mereka karena dorongan kecintaan untuk menyebarkan nilai-nilai Qur’an. Meski dirasakan cukup berat, Sang guru itu berkomitmen melangkahkan kaki ke gedung perkantoran guna mengajari ibu-ibu dan para Muslimah yang dahaga dengan bacaan Al-Qur’an. Kadang untuk pergi ke sana, sang guru tidak segan menumpang taksi untuk mengejar ketepatan waktu pembelajaran. Terkadang pula, sang guru harus berhimpit-himpitan beberapa kali naik moda transportasi, menahan lelah akibat mengurus anak-anak sebelumnya dan berjuang melawan asap rokok dan debu-debu yang beterbangan di sekelilingnya. Ya, kondisi badannya memang rentan. Tetapi kecintaan kepada ibu-ibu dan kaum Muslimah yang mendamba oase iman dari lautan kalam Ilahi itu, menjadikannya harus melupakan kondisi berat yang kadang dijumpainya.
Ketiga, mereka mendapatkan guru bukan sembarang guru. Tetapi guru dari lembaga tahsin tepercaya, yang telah memiliki kurikulum baku dalam pengajaran baca Al-Qur’annya.
Menyadari keberuntungan-keberuntungan itu, mereka pun berlatih dengan keras dan berdisiplin. Alhamdulillah, dalam jangka waktu tidak lama, mereka pun mampu membaca Al-Quran secara baik.
***
Sebagian besar ummat Islam saat ini, tidak dipungkiri, memiliki tingkat kedekatan yang rendah dengan Al-Qur’an. Jangankan berbicara masalah penerapan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan, pemahaman akan isi dan kandungan Al-Qur’an sebagian besar ummat Islam pun masih terasa sangat kurang. Terbukti makin merebaknya aliran-aliran sesat yang menyusup di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Terlepas apakah merebaknya aliran sesat itu adalah wujud konspirasi atau bukan, seharusnya fenomena-fenomena itu menyadarkan seorang Muslim untuk lebih dekat kepada sumber agamanya. Salah satunya dengan belajar dan berlatih berinteraksi lebih dekat dengan Al-Qur’an, yang dimulai dengan interaksi dengan cara belajar membacanya.
Betapa banyak orang mengaku tidak bisa membaca Al-Qur’an, tetapi tidak banyak yang menindaklanjuti dengan membentuk kelas pengajaran seperti dilakukan oleh para Muslimah di perkantoran itu. Betapa banyak orang yang mengaku dahaga dan jiwanya kering, tetapi mereka malah hanyut dengan lagu-lagu “ruhani”, bukan berinteraksi sedekat-dekatnya dengan Al-Qur’an penyubur jiwa.
Tidak semua orang bisa peduli dengan Al-Qur’an, padahal Al-Qur’an adalah salah satu pusaka (selain Al-Hadits) yang mampu menyelamatkan kehidupan manusia, baik di dunia ini maupun sesudahnya, dari malapetaka dan mara bahaya. Tidak semua orang bisa menghadirkan nilai-nilai Al-Qur’an di relung jiwa. Hanya mereka yang berhati bersih dan ikhlas saja lah yang mampu melakukannya.
Ada baiknya setiap hamba bertanya kepada diri masing-masing “sudah adakah Al-Qur’an dalam hatiku?” Ya, sebab jika bukan Al-Qur’an yang ada dalam hati, berarti ada nilai-nilai non-qur’ani yang bersarang dan mendominasi jiwa, yang boleh jadi bukan menuntun akan tetapi menyesatkan sang hamba dari jalan kebenaran.
Nampaknya, kita perlu belajar dari kaum Muslimah dalam kisah tersebut yang berusaha memenuhi relung jiwanya dengan Al-Qur’an. Meski baru hendak belajar membacanya, hal Itu adalah awal mula yang sangat baik, sebab hanya dengan belajar kesuksesan dunia atau akhirat pun bisa diraih dan dikejar.
Waalahua’lamu bishshawaab.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/12/17058/adakah-al-quran-dalam-hati-kita/#ixzz1gBVttASi
[ Read More ]

Posted by ROHIS SMAN 3 Depok - - 0 komentar

Suatu ketika, dalam majelis koordinasi seorang akhwat berkata pada mas’ul dakwahnya, “Akhi, ana ga bisa lagi berinteraksi dengan akhfulan”. Suara akhwat itu bergetar. Nyata sekali menekan perasaannya. Pekan lalu, ikhwan tersebut membuat pengakuan yang membuat ana merasa risih. Afwan, terus terang juga tersinggung. Sesaat kemudian suara dibalik hijab itu mengatakan, “Ia jatuh cinta pada ana”.

Mas’ul tersebut terkejut, tapi ditekannya getar suaranya. Ia berusaha tetap tenang. “Sabar Ukhti, jangan terlalu diambil hati. Mungkin maksudnya tidak seperti yang Anti bayangkan”, Sang mas’ul mencoba menenangkan terutama untuk dirinya sendiri.

“Afwan, ana tidak menangkap maksud lain dari perkataannya. Ikhwan itu mungkin tidak pernah berpikir dampak perkataannya. Kata-kata itu membuat ana sedikit banyak merasa gagal menjaga hijab ana, gagal menjaga komitmen dan menjadi penyebab fitnah. Padahal, ana hanya berusaha menjadi bagian dari perputaran dakwah ini”, sang akhwat kini mulai tersedak terbata.

“Ya sudah ana berharap Anti tetap istiqamah dengan kenyataan ini, ana tidak ingin kehilangan tim dakwah oleh permasalahan seperti ini”. Mas’ul itu membuat keputusan, “Ana akan ajak bicara langsung akh fulan”.

Beberapa Waktu berlalu, ketika akhirnya mas’ul tersebut mendatangi fulan yang bersangkutan. Sang Akh berkata, “Ana memang menyatakan hal tersebut, tapi apakah itu suatu kesalahan?”

Sang mas’ul berusaha menanggapinya searif mungkin. “Ana tidak menyalahkan perasaan Antum. Kita semua berhak memiliki perasaan itu. Pertanyaan ana adalah, apakah Antum sudah siap ketika menyatakan perasaan itu? Apakah Antum mengatakannya dengan orientasi bersih yang menjamin hak-hak saudari Antum? Hak perasaan dan hak pembinaannya. Apakah Antum menyampaikan kepada pembina Antum untuk diseriuskan? Apakah Antum sudah siap berkeluarga? Apakah Antum sudah berusaha menjaga kemungkinan fitnah dari pernyataan Antum, baik terhadap ikhwah lain maupun terhadap dakwah????“, Mas’ul tersebut membuat penekanan substansial. 

“Akhi bagi kita perasaan itu tidak semurah tayangan sinetron atau bacaan picisan dalam novel-novel. Bagi kita perasaan itu adalah bagian dari kemuliaan yang Allah tetapkan untuk pejuang dakwah. Perasaan itulah yang melandasi ekspansi dakwah dan jaminan kemuliaan Allah SWT. Perasaan itulah yang mengeksiskan kita dengan beban berat amanah ini. Maka Jagalah perasaan itu tetap suci dan mensucikan”, tambahnya.

*****
Cinta Aktivis Dakwah 
Bagaimana ketika perasaan itu hadir. Bukankah ia datang tanpa pernah diundang dan dikehendaki?

Jatuh cinta bagi aktivis dakwah bukanlah perkara sederhana. Dalam konteks dakwah, jatuh cinta adalah gerbang ekspansi pergerakan. Dalam konteks pembinaan, jatuh cinta adalah naik marhalah pembinaan. Dalam konteks keimanan, jatuh cinta adalah bukti ketundukan kepada sunnah Rosullulah saw dan jalan meraih ridho Allah SWT.

Ketika aktivis dakwah jatuh cinta, maka tuntas sudah urusan prioritas cinta. Jelas, Allah, Rosullah dan jihad fii sabilillah adalah yang utama. Jika ia ada dalam keadaan tersebut, maka berkahlah perasaannya, berkahlah cintanya dan berkahlah amal yang terwujud dalam cinta
tersebut. Jika jatuh cintanya tidak dalam kerangka tersebut, maka cinta menjelma menjadi fitnah baginya, fitnah bagi ummat, dan fitnah bagi dakwah. Karenannya jatuh cinta bagi aktivis dakwah bukan perkara sederhana.

Ketika Ikhwan mulai bergetar hatinya terhadap akhwat dan demikian sebaliknya. Ketika itulah cinta muncul dalam dirinya. Cinta inilah yang akan kita bahas disini. Yaitu sebuah karunia dari kelembutan hati dan perasaan manusia. Suatu karunia Allah yang membutuhkan bingkai yang jelas. Sebab terlalu banyak pengagung cinta ini yang kemudian menjadi hamba yang tersesat. Bagi aktivis dakwah, cinta lawan jenis adalah perasaan yang lahir dari tuntutan fitrah, tidak lepas dari kerangka pembinaan dan dakwah. 

Suatu perasaan produktif yang dengan indah dikemukakan oleh ibunda kartini, akan lebih banyak lagi yang dapat saya kerjakan untuk bangsa ini, bila saya ada disamping laki-laki yg cakap, lebih banyak kata saya daripada yang saya usahakan sebagai perempuan yang berdiri sendiri..

Cinta memiliki 2 mata pedang. Satu sisinya adalah rahmat dengan jaminan kesempurnaan agama dan disisi lainnya adalah gerbang fitnah dan kehidupan yang sengsara. Karenanya jatuh cinta membutuhkan kesiapan dan persiapan. Bagi setiap aktivis dakwah, bertanyalah dahulu kepada diri sendiri, sudah siapkah jatuh cinta???
Jangan sampai kita lupa, bahwa segala sesuatu yang melingkupi diri kita, perkataan, perbuatan, maupun perasaan adalah bagian dari deklarasi nilai diri sebagai generasi dakwah. Sehingga umat selalu mendapatkan satu hal dari apapun pentas kehidupan kita, yaitu kemuliaan Islam dan kemuliaan kita karena memuliakan Islam.

Deklarasi Cinta 
Sekarang adalah saat yang tepat bagi kita untuk mendeklarasikan cinta diatas koridor yang bersih. Jika proses dan seruan dakwah senantiasa mengusung pembenahan kepribadiaan manusia, maka layaklah kita tempatkan tema cinta dalam tempat utama. Kita sadari kerusakan prilaku generasi hari ini, sebagian besar dilandasi oleh salah tafsir tentang
cinta. Terlalu banyak penyimpangan terjadi, karena cinta didewakan dan dijadikan kewajaran melakukan pelanggaran. Dan tema tayangan pun mendeklarasikan cinta yang dangkal. Hanya ada cinta untuk sebuah persaingan, sengketa. Sementara cinta untuk sebuah kemuliaan, kerja
keras dan pengorbanan, serta jembatan jalan kesurga dan kemuliaan Allah, tidak pernah mendapat tempat disana.

Sudah cukup banyak pentas kejujuran kita lakukan. Sudah terbilang jumlah pengakuan keutamaan kita, sebuah dakwah yang kita gagas, Sudah banyak potret keluarga yg baru dalam masyarakat yg kita tampilkan. Namun berapa banyak deklarasi cinta yang sudah kita nyatakan. Cinta masih menjadi topik “asing” dalam dakwah kita. Wajah, warna, ekspresi dan nuansa cinta kita masih terkesan misteri. Pertanyaan sederhana, “Gimana sih, kok kamu bisa nikah sama dia, Emang kamu cinta sama dia?”, dapat kita jadikan indikator miskinnya kita mengkampanyekan cinta suci dalam dakwah ini.

Pernyataan ‘Nikah dulu baru pacaran’masih menjadi jargon yang menyimpan pertanyaan misteri, “Bagaimana caranya, emang bisa?”. Sangat sulit bagi masyarakat kita untuk mencerna dan memahami logika jargon tersebut. Terutama karena konsumsi informasi media tayangan, bacaan, diskusi dan interaksi umum, sama sekali bertolak belakang dengan jargon tersebut.

Inilah salah satu alasan penting dan mendesak untuk mengkampanyekan cinta dengan wujud yang baru. Cinta yang lahir sebagai bagian dari penyempurnaan status hamba. Cinta yang diberkahi karena taat kepada Sang Penguasa. Cinta yang diberkahi karena taat pada sang penguasa. Cinta yang menjaga diri dari penyimpangan, penyelewengan dan perbuatan ingkar terhadap nikmat Allah yang banyak. Cinta yang berorientasi bukan sekedar jalan berdua, makan, nonton dan seabrek romantika yang berdiri diatas pengkhianatan terhadap nikmat, rezki, dan amanah yang Allah berikan kepada kita.

Kita ingin lebih dalam menjabarkan kepada masyarakan tentang cinta ini. Sehingga masyarakat tidak hanya mendapatkan hasil akhir keluarga dakwah. Biarkan mereka paham tentang perasaan seorang ikhwan terhadap akhwat, tentang perhatian seorang akhwat pada ikhwan, tentang cinta ikhwan-akhwat, tentang romantika ikhwan-akhwat dan tentang landasan kemana cinta itu bermuara. Inilah agenda topik yang harus lebih banyak dibuka dan dibentangkan. Dikenalkan kepada masyarakat berikut mekanisme yang menyertainya. Paling tidak gambaran besar yang menyeluruh dapat dinikmati oleh masyarakat, sehingga mereka bisa mengerti bagaimana proses panjang yang menghasilkan potret keluarga
dakwah hari ini.

Epilog
Setiap kita yang mengaku putra-putri Islam, setiap kita yg berjanji dalam kafilah dakwah, setiap kita yang mengikrarkan Allahu Ghoyatuna, maka jatuh cinta dipandang sebagai jalan jihad yang menghantarkan diri kepada cita-cita tertinggi, syahid fi sabililah. Inilah perasaan yang istimewa. Perasaan yang menempatkan kita satu tahap lebih maju. Dengan perasaan ini, kita mengambil jaminan kemuliaan yang ditetapkan Rosullulah. Dengan perasaan ini kita memperluas ruang dakwah kita.Dengan perasaan ini kita naik marhalah dalam dakwah dan pembinaan.

Betapa Allah sangat memuliakan perasaan cinta orang-orang beriman ini. Dengan cinta itu mereka berpadu dalam dakwah. Dengan cinta itu mereka saling tolong menolong dalam kebaikan, dengan cinta itu juga mereka menghiasi Bumi dan kehidupan di atasnya. Dengan itu semua Allah berkahi nikmat itu dengan lahirnya anak-anak shaleh yang memberatkan Bumi dengan kalimat Laa Illaha Ilallah. Inilah potret cinta yang sakinah, mawadah, warahmah. 

Jadi, sudah berani jatuh cinta??
[ Read More ]

Posted by ROHIS SMAN 3 Depok - - 0 komentar

Pada saat sekarang ini, sering kita lihat di televisi atau mungkin di sekitar kita fenomena banjir terjadi dimana-mana.  Banjir yang terjadi ini bukanlah karena faktor alam semata, tetapi karena ulah dan perilaku manusia sendiri. Kerusakan lingkungan alam dan atau kurangnya lingkungan hijau dapat menjadi salah satu sebab terjadinya banjir. Tindakan reboisasi atau penghijauan juga dapat menjadi cara untuk mencegah banjir. Sebagian orang menyangka bahwa program penghijauan bukanlah suatu amalan yang mendapatkan pahala di sisi Allah, sehingga ada diantara mereka yang bermalas-malasan dalam mendukung program tersebut.  Demi menepis persangkaan yang salah ini, kali ini kami akan mengulas PENTINGNYA PENGHIJAUAN menurut tuntunan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- beserta dalil-dalilnya.
Para pembaca yang budiman, mungkin anda masih mengingat sebuah hadits yang masyhur dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, beliau bersabda,
إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendo’akan kebaikan baginya”. [HR. Muslim dalam Kitab Al-Washiyyah (4199)]
Perhatikan, satu diantara perkara yang tak akan terputus amalannya bagi seorang manusia, walaupun ia telah meninggal dunia adalah SEDEKAH JARIYAH, sedekah yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang.
Para ahli ilmu menyatakan bahwa sedekah jariyah memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat sumur umum, membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam tumbuhan baik berupa pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan lainnya.
Jadi, menghijaukan lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah bagi kita –walau telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab AL-Muzaro'ah (2320), dan Muslim dalam Kitab Al-Musaqoh (3950)]
Al-Imam Ibnu Baththol -rahimahullah- berkata saat mengomentari hadits ini,“Ini menunjukkan bahwa sedekah untuk semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di dalamnya terdapat pahala”. [Lihat Syarh Ibnu Baththol (11/473)]
Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah -Azza wa Jalla-, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَتْ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَلَا يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ
“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah baginya, dan yang dicuri akan menjadi sedekah. Apa saja yang dimakan oleh binatang buas darinya, maka sesuatu (yang dimakan) itu akan menjadi sedekah baginya. Apapun yang dimakan oleh burung darinya, maka hal itu akan menjadi sedekah baginya. Tak ada seorangpun yang mengurangi, kecuali itu akan menjadi sedekah baginya” . [HR. Muslim dalam Al-Musaqoh (3945)]
Al-Imam Abu Zakariyya Yahya Ibn Syarof An-Nawawiy -rahimahullah- berkata menjelaskan faedah-faedah dari hadits yang mulia ini, “Di dalam hadits-hadits ini terdapat keutamaan menanam pohon dan tanaman, bahwa pahala pelakunya akan terus berjalan (mengalir) selama pohon dan tanaman itu ada, serta sesuatu (bibit) yang lahir darinya sampai hari kiamat masih ada. Para ulama silang pendapat tentang pekerjaan yang paling baik dan paling afdhol. Ada yang berpendapat bahwa yang terbaik adalah perniagaan. Ada yang menyatakan bahwa yang terbaik adalah kerajinan tangan. Ada juga yang menyatakan bahwa yang terbaik adalah bercocok tanam. Inilah pendapat yang benar. Aku telah memaparkan penjelasannya di akhir bab Al-Ath’imah dari kitab Syarh Al-Muhadzdzab. Di dalam hadits-hadits ini terdapat keterangan bahwa pahala dan ganjaran di akhirat hanyalah khusus bagi kaum muslimin, dan bahwa seorang manusia akan diberi pahala atas sesuatu yang dicuri dari hartanya, atau dirusak oleh hewan, atau burung atau sejenisnya”. [Lihat Al-Minhaj (10/457) oleh An-Nawawiy, cet. Dar Al-Ma'rifah, 1420 H]
Pahala sedekah yang dijanjikan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam hadits-hadits ini akan diraih oleh orang yang menanam, walapun ia tidak meniatkan tanamannya yang diambil atau dirusak orang dan hewan sebagai sedekah.
Al-Hafizh Abdur Rahman Ibnu Rajab Al-Baghdadiy -rahimahullah- berkata, “Lahiriah hadits-hadits ini seluruhnya menunjukkan bahwa perkara-perkara ini merupakan sedekah yang akan diberi ganjaran pahala bagi orang yang menanamnya, tanpa perlu maksud dan niat”. [Lihat Iqozh Al-Himam Al-Muntaqo min Jami' Al-Ulum wa Al-Hikam (hal. 360) oleh Salim Al-Hilaliy, cet. Dar Ibn Al-Jauziy, 1419 H]
Penghijauan alias REBOISASI merupakan amalan sholeh yang mengandung banyak manfaat bagi manusia di dunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Tanaman dan pohon yang ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara, dan masih banyak lagi manfaat tanaman dan pohon yang tidak sempat kita sebutkan di lembaran sempit ini.
Jika demikian banyak manfaat dari REBOISASI alias penghijuan, maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam hadits-hadits lainnya, seperti beliau pernah bersabda,
إِنْ قَامَتْ السَّاعَةُ وَبِيَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا يَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَفْعَلْ
“Jika hari kiamat telah tegak, sedang di tangan seorang diantara kalian terdapat bibit pohon korma; jika ia mampu untuk tidak berdiri sampai ia menanamnya, maka lakukanlah”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/183, 184, dan 191), Ath-Thoyalisiy dalam Al-Musnad (2068), dan Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (479). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 9)]
Ahli Hadits Abad ini, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy-rahimahullah- berkata saat memetik faedah dari hadits-hadits di atas, “Tak ada sesuatu (yakni, dalil) yang paling kuat menunjukkan anjuran bercocok tanam sebagaimana dalam hadits-hadits yang mulia ini, terlebih lagi hadits yang terakhir diantaranya, karena di dalamnya terdapat targhib (dorongan) besar untuk menggunakan kesempatan terakhir dari kehidupan seseorang dalam rangka menanam sesuatu yang dimanfaatkan oleh manusia setelah ia (si penanam) meninggal dunia. Maka pahalanya terus mengalir, dan dituliskan sebagai pahala baginya sampai hari kiamat”. [Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah(1/1/38)]
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tidak mungkin memerintahkan suatu perkara kepada umatnya dalam kondisi yang genting dan sempit seperti itu, kecuali karena perkara itu amat penting, dan besar manfaatnya bagi seorang manusia. Semua ini menunjukkan tentang keutamaan “Go Green” alias program penghijauan yang digalakkan oleh pemerintah kita –semoga Allah memberikan balasan kebaikan bagi mereka-.
Saking besarnya manfaat dari penghijauan lingkungan alias REBOISASI, tanah yang dahulu kering kerontang bisa berubah menjadi tanah subur. Sungai yang dahulu gersang, dengan reboisasi bisa berubah menjadi berair.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah bersabda dalam sebuah yangshohih,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَعُودَ أَرْضُ الْعَرَبِ مُرُوجًا وَأَنْهَارًا
“Tak akan tegak hari kiamat sampai tanah Arab menjadi tanah subur, dan sungai-sungai”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/370 & 417), dan Muslim dalam Kitab Ash-Shodaqoh (2336)]
Ketika para sahabat mendengarkan hadits-hadits ini, maka mereka berlomba-lomba dan saling mendorong untuk melakukan program penghijauan ini, karena ingin mendapatkan keutamaan dari Allah -Azza wa Jalla- di dunia dan di akhirat berupa ganjaran pahala.
Para pembaca yang budiman, jika kita mau membuka sebagian kitab-kitab hadits yang berisi keterangan dan petunjuk jalan hidup para salaf (pendahulu) kita dari kalangan sahabat dan generasi setelahnya, maka kita akan mendapatkan manusia-manusia yang memiliki semangat dalam menggalakkan perintah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam perkara ini.
Seorang tabi’in yang bernama Umaroh bin Khuzaimah bin Tsabit Al-Anshoriy Al-Madaniy -rahimahullah- berkata,
سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَقُوْلُ لأَبِيْ : مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَغْرِسَ أَرْضَكَ ؟ فَقَالَ لَهُ أَبِيْ : أَنَا شَيْخٌ كَبِيْرٌ أَمُوْتُ غَدًا ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ : أَعْزِمْ عَلَيْكَ لَتَغْرِسَنَّهَا, فَلَقَدْ رَأَيْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَغْرِسُهَا بِيَدِهِ مَعَ أَبِيْ
“Aku pernah mendengarkan Umar bin Khoththob berkata kepada bapakku, “Apa yang menghalangi dirimu untuk menanami tanahmu?” Bapakku berkata kepada beliau, “Aku adalah orang yang sudah tua, akan mati besok”. Umar berkata kepadanya, “Aku mengharuskan engkau (menanamnya). Engkau harus menanamnya!” Sungguh aku melihat Umar bin Khoththob menanamnya dengan tangannya bersama bapakku”. [HR. Ibnu Jarir Ath-Thobariy sebagaimana dalamAsh-Shohihah (1/1/39)]
Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid edisi 121 Tahun II.
[ Read More ]

Posted by ROHIS SMAN 3 Depok - - 0 komentar

01. Bersyukur apabila mendapat nikmat;
02. Sabar apabila mendapat kesulitan;
03. Tawakal apabila mempunyai rencana/program;
04. Ikhlas dalam segala amal perbuatan;
05. Jangan membiarkan hati larut dalam kesedihan;
06. Jangan menyesal atas sesuatu kegagalan;
07. Jangan putus asa dalam menghadapi kesulitan;
08. Jangan usil dengan kekayaan orang;
09. Jangan hasad dan iri atas kesuksessan orang;
10. Jangan sombong kalau memperoleh kesuksessan;
11. Jangan tamak kepada harta;
12. Jangan terlalu ambisius akan sesuatu kedudukan;
13. Jangan hancur karena kezaliman;
14. Jangan goyah karena fitnah;
15. Jangan berkeinginan terlalu tinggi yang melebihi kemampuan diri;
16. Jangan campuri harta dengan harta yang haram;
17. Jangan sakiti ayah dan ibu;
18. Jangan usir orang yang meminta-minta;
19. Jangan sakiti anak yatim;
20. Jauhkan diri dari dosa-dosa yang besar;
21. Jangan membiasakan diri melakukan dosa-dosa kecil;
22. Banyak berkunjung ke rumah Allah (masjid);
23. Lakukan shalat dengan ikhlas dan khusyu;
24. Lakukan shalat fardhu di awal waktu, berjamaah di masjid;
25. Biasakan shalat malam;
26. Perbanyak dzikir dan do’a kepada Allah;
27. Lakukan puasa wajib dan puasa sunat;
28. Sayangi dan santuni fakir miskin;
29. Jangan ada rasa takut kecuali hanya kepada Allah;
30. Jangan marah berlebih-lebihan;
31. Cintailah seseorang dengan tidak berlebih-lebihan;
32. Bersatulah karena Allah dan berpisahlah karena Allah;
33. Berlatihlah konsentrasi pikiran;
34. Penuhi janji apabila telah diikrarkan dan mintalah maaf apabila karena sesuatu sebab tidak dapat dipenuhi;
35. Jangan mempunyai musuh, kecuali dengan iblis/syaitan;
36. Jangan percaya ramalan manusia;
37. Jangan terlampau takut miskin;
38. Hormatilah setiap orang;
39. Jangan terlampau takut kepada manusia;
40. Jangan sombong, takabur dan besar kepala;
41. Berlakulah adil dalam segala urusan;
42. Biasakan istighfar dan taubat kepada Allah;
44. Hiasi rumah dengan bacaan Al-Quran;
45. Perbanyak silaturrahim;
46. Tutup aurat sesuai dengan petunjuk Islam;
47. Bicaralah secukupnya;
48. Beristeri/bersuami kalau sudah siap segala-galanya;
49. Hargai waktu, disiplin waktu dan manfaatkan waktu;
50. Biasakan hidup bersih, tertib dan teratur;
51. Jauhkan diri dari penyakit-penyakit bathin;
52. Sediakan waktu untuk santai dengan keluarga;
53. Makanlah secukupnya tidak kekurangan dan tidak berlebihan;
54. Hormatilah kepada guru dan ulama;
55. Sering-sering bershalawat kepada nabi;
56. Cintai keluarga Nabi saw;
57. Jangan terlalu banyak hutang;
58. Jangan terlampau mudah berjanji;
59. Selalu ingat akan saat kematian dan sedar bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan sementara;
60. Jauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat seperti mengobrol yang tidak berguna;
61. Bergaul lah dengan orang-orang soleh;
62. Sering bangun di penghujung malam, berdoa dan beristighfar;
63. Lakukan ibadah haji dan umrah apabila sudah mampu;
64. Maafkan orang lain yang berbuat salah kepada kita;
65. Jangan dendam dan jangan ada keinginan membalas kejahatan dengan kejahatan lagi;
66. Jangan membenci seseorang karena pahaman danpendiriannya;
67. Jangan benci kepada orang yang membenci kita;
68. Berlatih untuk berterus terang dalam menentukan sesuatu pilihan
69. Ringankan beban orang lain dan tolonglah mereka yang mendapatkan kesulitan.
70. Jangan melukai hati orang lain;
71. Jangan membiasakan berkata dusta;
72. Berlakulah adil, walaupun kita sendiri akan mendapatkan kerugian;
73. Jagalah amanah dengan penuh tanggung jawab;
74. Laksanakan segala tugas dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan;
75. Hormati orang lain yang lebih tua dari kita
76. Jangan membuka aib orang lain;
77. Lihatlah orang yang lebih miskin daripada kita, lihat pula orang yang lebih berprestasi dari kita;
78. Ambilah pelajaran dari pengalaman orang-orang arif dan bijaksana;
79. Sediakan waktu untuk merenung apa-apa yang sudah dilakukan;
80. Jangan sedih karena miskin dan jangan sombong karena kaya;
81. Jadilah manusia yang selalu bermanfaat untuk agama,bangsa dan negara;
82. Kenali kekurangan diri dan kenali pula kelebihan orang lain;
83. Jangan membuat orang lain menderita dan sengsara;
84. Berkatalah yang baik-baik atau tidak berkata apa-apa;
85. Hargai prestasi dan pemberian orang;
86. Jangan habiskan waktu untuk sekedar hiburan dan kesenangan;
87. Akrablah dengan setiap orang, walaupun yang bersangkutan tidak menyenangkan.
88. Sediakan waktu untuk berolahraga yang sesuai dengan norma-norma agama dan kondisi diri kita;
89. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan fisikal atau mental kita menjaditerganggu;
90. Ikutilah nasihat orang-orang yang arif dan bijaksana;
91. Pandai-pandailah untuk melupakan kesalahan orang dan pandai-pandailah untuk melupakan jasa kita;
92. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain terganggu dan jangan berkata sesuatu yang dapat menyebabkan orang lain terhina;
93. Jangan cepat percaya kepada berita jelek yang menyangkut teman kita sebelum dipastikan kebenarannya;
94. Jangan menunda-nunda pelaksanaan tugas dan kewajiban;
95. Sambutlah huluran tangan setiap orang dengan penuh keakraban dan keramahan dan tidak berlebihan;
96. Jangan memforsir diri untuk melakukan sesuatu yang diluar kemampuan diri;
97. Waspadalah akan setiap ujian, cobaan, godaan dan tentangan. Jangan lari dari kenyataan kehidupan;
98. Yakinlah bahwa setiap kebajikan akan melahirkan kebaikan dan setiap kejahatan akan melahirkan merusakan;
99. Jangan sukses di atas penderitaan orang dan jangankaya dengan memiskinkan orang.
[ Read More ]